Tekad Bulat Kacamata Bulat

Ini beberapa alasan kenapa kita memilih kacamata berbentuk bulat:
1. Tidak suka kacamata oval atau kotak.
2. Memperluas sudut penglihatan atas bawah.
3. Kelihatan lebih berisi (untuk yang bermuka tirus).
4. Kelihatan percaya diri sekaligus lucu-haha (untuk yang bermuka bulat).
5. Ingin sabar seperti Gandhi.
6. Ingin keren seperti John Lennon.
7. Ingin pintar seperti Sartre.
8. Ingin bikin gedung seperti Le Corbusier.
9. Dibilang bagus sama yang jual, atau sama pacar.

Saya mulai penasaran dengan kacamata bulat sejak mulai berjualan bingkai kacamata 2nd hand. Permintaan selalu tinggi, barang belum tentu ada. Pelanggan berumur biasanya menggunakan istilah ‘John Lennon’, dan ‘Harry Potter’ untuk yang agak mudaan. Beberapa lainnya (saya asumsikan mereka desainer atau arsitek), menyebutnya ‘tipe-tipe desainer gitu lah’. Saya juga pernah kedatangan dua seniman (dua-duanya dari luar negeri), dan menanyakan ‘round glasses frame‘. Kacamata bulat bisa jadi pertama kali ditenarkan oleh Gandhi, namun belum pernah ada yang bertanya dengan istilah ‘Gandhi’, atau ‘tipe filsuf’. Alasannya mungkin karena tidak banyak panutan pemikir di Indonesia yang mengenakan kacamata bulat, atau profesi pemikir kurang tenar dan seksi. Atau jangan-jangan tidak ada pemikir di Indonesia.

Apakah Gandhi mengenakan kacamata bulat sebagai pernyataan mode? Atau karena ia berkepala plontos dan mencari kacamata berbentuk serupa? Apapun alasannya, ternyata kacamata Gandhi bukan sembarang kacamata, tapi kacamata merk Windsor buatan Inggris tahun 1880-an. Kacamata yang diproduksi ketika itu rata-rata terbuat dari metal, dan memiliki ‘metal bridge‘ sebagai penahan di atas hidung (fitur nose-pad baru ditemukan sekitar 1920-an). Di penghujung hidupnya Gandhi memberikan kacamatanya kepada seorang kolonel Pakistan yang datang kepadanya untuk meminta pencerahan/inspirasi. Gandhi mengatakan, “Kacamata ini telah menganugerahi saya visi dalam membebaskan India”. Seolah-olah ia memberikan wasiat bagi orang-orang untuk membebaskan dunia mereka masing-masing dengan kacamata bulat(nya).

Atas alasan itukah John Lennon dan Harry Potter mengenakan kacamata bermodel dan bermerk sama dengan Gandhi? Mungkin ya, karena John Lennon bisa dikatakan musisi visioner pada jamannya. Dan Harry Potter membutuhkannya untuk menyelamatkan dunia (J. K. Rowling).

Selain Gandhi, di negeri Barat beberapa orang tenar mulai menggunakan kacamata bulatnya di awal abad 20. Namun, mungkin karena mereka mengenakannya lebih sebagai pernyataan mode, tidak pernah ada seorang pun setelah Gandhi yang setia hanya pada satu model kacamata. Komedian AS Harold Lloyd dan arsitek Perancis Le Corbusier adalah dua di antaranya. Di saat kacamata bulat memberikan efek ‘culun’ pada Harold Lloyd, Le Corbusier mendapatkan efek sebaliknya: c  o  o  l dan intelek. Keduanya menggunakan kacamata bulat sebagai pernyataan, sesuatu yang mengangkat sifat mendasar mereka. Keduanya terlihat sama-sama nyentrik, walau dengan arti yang berbeda.

Saking tergila-gilanya pada penampilan ‘cool architect‘ Le Corbusier, Phillip Johnson sengaja meminta Cartier untuk mendesainkannya kacamata bulat secara khusus. Untung saja Philip Johnson adalah seorang arsitek Amerika Serikat yang berkarier cemerlang, kalau tidak mungkin ia akan dicap “Arsitek medioker berkacamata bulat hitam tebal jelek.” Arsitek lain yang meneruskan kebiasaan berkacamata bulat adalah I. M. Pei, perancang piramida kaca di pelataran museum Louvre, Paris.

Saya pikir, bagus tidaknya kacamata, cool garingnya orang yang mengenakannya, sangat ditentukan dengan kepedean dan pencapaian yang ia lakukan dalam hidupnya. Kacamata bulat hanyalah sebuah penekanan. Jadi ketika dikenakan seseorang berpencapaian bagus, kacamata bulat menambahkan imbuhan ‘keren’. Untuk mereka yang berpencapaian buruk, akan mendapatkan predikat tambahan ‘garing’. Contohnya, Ozzy Osbourne.

Bagaimana dengan tokoh-tokoh di Indonesia? Saya kurang mengenal pahlawan-pahlawan di negeri luar, tapi saya menemukan bahwa beberapa tokoh yang mengenakan kacamata bulat di Indonesia adalah mereka yang berhubungan dengan perjuangan dan kenegaraan. Contohnya, Panglima Polim dan W. R. Supratman (sayang kacamata Bung Hatta kurang bulat dikit). Bila dilihat dari tahun sepak terjangnya, Panglima Polim sepertinya mengenakan kacamata bulat dalam waktu yang bersamaan (atau bahkan lebih dulu) daripada Gandhi. Mungkinkah pahlawan Aceh yang akhirnya harus rela berdamai dengan Belanda demi menghentikan peperangan ini penginspirasi Gandhi? Dan W. R. Supratman menginspirasi John Lennon? Hoho, saya mulai terlalu pede, padahal tidak sedang mengenakan kacamata bulat.

Kalau kacamata bulat dipakai mayoritas orang sebagai pernyataan mode, lalu apa kabar dengan orang-orang mode? Setelah mencari sana-sini, ternyata tante-tante yang dari tadi sembunyi, ada di balik jendela ini (dan mungkin karena sekaligus berfungsi sebagai pelindung mata dari ultra violet, kacamata yang mereka pakai besar-besar). Ada Iris Apfel, desainer interior  yang di masa tuanya lebih dikenal sebagai ikon mode AS. Carrie Donovan, editor mode The New York Times Magazine, dan tentunya Jackie O, istri Presiden AS John F. Kennedy yang kemudian menikahi milyuner Onassis.

Walaupun mantan ibu negara kita Tien Soeharto sangat berkiblat Jackie O, untunglah ia sadar bahwa kacamata bulat tidak cocok untuk muka bulat!